what we will be tomorrow, depends on what we did today

Labels

Pages

Senin, 25 Oktober 2010

Aku Akan Buta

Namanya Andri, dia waktu itu kelas 2 sma dan berseklah di salah satu sma favorite di Kalimantan Timur . Dia berasal dari keluarga yang termasuk keluarga menengah (tidak terlalu kaya dan tidak terlalu miskin). Dia juga anak yang tidak terlalu taat terhadap orang tua dan bergaul dengan yang lainnya . Kalau dalam hal pelajaran dia juga tidak terlalu pintar namun memiliki motivasi kuat untuk bersekolah. Dan tidak pernah punya masalah dengan teman teman yang lainnya . Walaupun begitu dia sangat sabar namun keburukannya adalah dia orang yang nekad.

Namun hidupnya berubah seketika saat Andri berumur 14 tahun atau kelas 2 smp. Dia waktu itu didiagnosa suatu penyakit kanker yang langka . Kanker ini tidak terlihat di luar namun menyerang syaraf mata. Gangguan awalnya adalah ketajaman matanya berkurang saat melihat papan tulis . Awalnya dokter mengira itu hanya penyakit miopi saja namun ternyata tidak penyakit itu adalah kanker mata yang tak tampak dan menyerang saraf mata tepatnya di saraf lensa mata . Sehingga kemampuan mata berakomodasi mati, namun kanker itu tak menyerang secara langsung melainkan secara bertahap dan jangka waktu sampai kemampuan akomodasi matanaya mati total adalah 3 tahun. Andri berpikir dalam benaknya yang sedang kacau itu " Aku akan buta ! Buta ! Buta ! ".

Pada awalnya Andri memberontak dan selalu ingin mencoba bunuh diri, dan usaha itu selalu digagalkan orang tuanya . Bukannya orang tua Andri tidak bertindak apa apa hanya saj masalah konomilah yang menghancurkan niat mereka . Obat yang mahal dan terapi yang terlalu tinggi harganya membuat orang tua nya harus menjual rumah mereka . Sampai akhirnya Andri memiliki pemikiran cerah dan berkata pada orang tuanya " Ayah Ibu , sudahlah tak usah membuang uang untuk mataku ini. Biarlah mata ini buta, biarlah aku bekerja dan belajar dalam gelap, biarkan aku tegar dan terima cobaan ini,biarkan . . . . . "
mendengar perkataan anak yang tak terlalu mematuhi orang tua itu ibu Andri-Rhodiyah, menetskan air matanya. " Maafkan bapak dan ibu ini ya nak . Bapak dan ibu tidak bisa membuatmu bahagia dan membantumu"
"Sudahlah pak, justru yang harus minta maaf itu aku, anak yang belum memberikan kalian penghargaan dan kebahagiaan." balas Andri.
Suasana sore itu penuh haru dan hangat.

Hingga akhirnya tiba saat akhir waktu 3 tahun itu, saat dimana kegelapan akan menggantikan sesuatu yang berada di mata Andri sebelumnya-warna indah. Saat itu dia telah siap dengan semuanya. Sampai saat di sekolah dia pingsan dan setelah itu ketakutannya datang-buta . Setelah tahu bahwa dirinya buta dia terharu.

Awalnya dia merasakan ketidaknyamanan yang sangat hebat, dan sangat mempengaruhi psikologisnya. Bayangkan saja , kemarin dia bisa melihat TV, bermain komputer bermain sepak bola, dan sekarang dia tidak bisa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mata. Akhirnya dia memutuskan untuk menggunakan sisa hidupnya di pondok pesantren.

Selama di pondok pesantren dirinya mengabdi sebagai pekerja sosial dengan bayaran seadanya. Di sana ia belajar banyak hal tentang hidup, hidup tidak selalu indah dan suatu saat manusia akan merasakan ketidakbahagiaan kehidupan. Sejak dia buta dia merasakan banyak hal yang berbeda diantaranya adalah dia tak bisa melihat aurat lawan jenis yang dapat memunculkan pikiran kotor. dan dia berpikir bahwa Allah SWT memang adil , dia sadar bahwa dia telah dibutakan dari pandangan buruk dan merasa lebih baik buta cahaya dan tak bisa melihat di banding buta etika dan agama.

Kemudian berangkat dari pemikirannya tersebut dia menjadi lebih ceria dalam menjalani sisa hidupnya dan dia mulai belajar mengaji dengan huruf braile dan mulai bisa menulis cerita dan membuat banyak buku tentang orang buta. Dan tak disangka sangka buku karangannya laris dipasaran dan dia mendapat royalti yang tidak sedikit dari situ.





Tak ada kebahagiaan tanpa kesusahan